Tahun 2015. Selepas sebuah acara diskusi tentang penanggulangan terorisme, saya menumpang sebuah mobil bersama tiga orang lain. Supir dan salah satu rekan saya duduk di barisan depan. Di kursi tengah saya berdua dengan lelaki tinggi besar yang rajin tersenyum, ketawa dan berkelakar. Pembawaannya ringan. Dari bentuk wajahnya, cukup gampang menebak ia keturunan suku Jawa. Tapi saya berani bertaruh, setiap orang yang pertama melihat tak bakal menduga masa lalunya yang kelam. “Mas, kenapa rambutnya sudah enggak digondrongin lagi kayak dulu?” tanya saya sambil menunjukkan foto lamanya di sebuah dokumen. “Wahaha, gawat. Nanti kalau saya panjangin bisa disangka kambuh lagi bikin-bikin bom,” jawabnya. Kami tertawa bareng. Lelaki itu Ali Fauzi, mantan anggota sebuah jaringan teroris internasional. Ia adik terpidana mati Bom Bali 1, Amrozi. Keahliannya merakit bom. Fauzi pernah dianggap sebagai anggota teroris perakit bom terbaik di Asia. Dia hafal seluk-belu...